Jangan Terkecoh Nominal Harga Murah
Banyak investor pemula sering salah kaprah saat melihat daftar saham IPO. Mereka melihat Saham A dijual seharga Rp100 per lembar, sementara Saham B dijual Rp1.000 per lembar. Dengan polosnya, mereka berkesimpulan: “Wah, Saham A jauh lebih murah, saya beli yang ini saja biar dapat banyak lot!”
Pemikiran seperti ini sangat berbahaya. Dalam dunia investasi, harga nominal (Rupiah) tidak mencerminkan murah atau mahalnya sebuah saham. Sebuah saham seharga Rp50 (harga terendah di pasar reguler) bisa jadi sangat mahal secara valuasi jika perusahaannya rugi terus. Sebaliknya, saham seharga Rp30.000 bisa jadi sangat murah jika perusahaan tersebut mencetak laba triliunan rupiah.
Lantas, bagaimana cara membedakannya? Kita perlu alat ukur yang objektif untuk menentukan Harga Wajar Saham IPO. Tanpa alat ukur ini, Anda sama saja sedang membeli barang tanpa melihat label harga sebenarnya.
Analogi Harga Kerupuk vs Harga Emas: Mana yang Lebih Mahal?
Mari kita pakai logika sederhana.
-
Kerupuk satu kaleng harganya Rp50.000.
-
Cincin emas satu gram harganya Rp1.000.000.
Secara nominal uang, emas lebih mahal. Tapi jika ditanya valuasi (nilai), kerupuk seharga Rp50.000 itu sangat mahal (kemahalan) karena harga wajarnya mungkin cuma Rp15.000. Sedangkan emas Rp1.000.000 mungkin murah karena harga pasaran emas saat itu Rp1.200.000.
Nah, tugas kita sebagai investor adalah mencari “emas yang dijual seharga perak”, bukan “kerupuk yang dijual seharga daging”. Untuk itulah kita membutuhkan analisis rasio keuangan bernama PER dan PBV.
Mengapa Menghitung Harga Wajar Saham IPO Itu Sulit?
Berbeda dengan saham yang sudah lama melantai di bursa (listing), saham IPO belum memiliki riwayat pergerakan harga. Kita tidak bisa melihat grafik teknikal masa lalu. Satu-satunya data yang kita miliki adalah dokumen tebal bernama Prospektus.
Tantangannya adalah manajemen perusahaan IPO tentu ingin menjual sahamnya semahal mungkin agar mendapatkan dana segar yang besar. Tugas kitalah untuk menghitung ulang: apakah harga penawaran mereka masuk akal atau sekadar “jual mimpi”?
Dua Senjata Utama Valuasi: PER dan PBV
Untuk menentukan Harga Wajar Saham IPO, ada puluhan metode valuasi. Namun, bagi investor ritel, dua metode yang paling populer, mudah, dan cukup akurat adalah:
-
PER (Price to Earning Ratio): Membandingkan harga saham dengan laba bersih perusahaan.
-
PBV (Price to Book Value): Membandingkan harga saham dengan nilai buku (modal asli) perusahaan.
Yuk, kita bedah satu per satu.
1. Memahami Price to Earning Ratio (PER)
PER menjawab pertanyaan: “Berapa tahun modal saya akan balik jika perusahaan memberikan seluruh labanya kepada saya?”
Semakin kecil angka PER, semakin murah saham tersebut (secara teori).
-
PER 10x artinya: Butuh 10 tahun untuk balik modal dari laba perusahaan.
-
PER 5x artinya: Butuh 5 tahun. Jelas lebih menarik yang 5x, bukan?
Rumus Sederhana PER
PER=Harga SahamLaba Per Saham (EPS)
Cara Mencari Laba Per Saham (EPS) di Prospektus
Di dalam prospektus, carilah “Laba Bersih Tahun Berjalan”. Lalu bagi angka tersebut dengan “Jumlah Saham Beredar Setelah IPO”. Hasilnya adalah Earning Per Share (EPS).
2. Memahami Price to Book Value (PBV)
PBV menjawab pertanyaan: “Saya membeli saham ini berapa kali lipat dari harga modal aslinya?”
PBV biasa digunakan untuk menilai saham sektor perbankan atau properti yang memiliki aset fisik besar.
-
PBV 1x artinya: Harga saham sama persis dengan modal bersih perusahaan (Harga Wajar).
-
PBV 0,5x artinya: Harga saham diskon 50% dari modal bersihnya (Sangat Murah/Undervalued).
-
PBV 3x artinya: Harga saham 3 kali lipat lebih mahal dari modalnya (Premium).
Rumus Sederhana PBV
PBV=Harga SahamNilai Buku Per Saham (BVPS)
Langkah Praktis: Tutorial Menghitung Valuasi IPO
Mari kita simulasikan cara menghitung Harga Wajar Saham IPO agar Anda bisa langsung mempraktikkannya.
Anggaplah ada perusahaan fiktif bernama PT Roti Enak Tbk (ROTI) yang mau IPO.
Langkah 1: Temukan Data Kunci di Prospektus
Buka prospektus PT ROTI, lalu catat data berikut (biasanya ada di Bab Penawaran Umum dan Ikhtisar Keuangan):
-
Harga Penawaran IPO: Rp200 per lembar.
-
Total Jumlah Saham Setelah IPO: 1 Miliar lembar.
-
Laba Bersih Tahun Terakhir: Rp10 Miliar.
-
Total Ekuitas (Modal Bersih): Rp100 Miliar.
Langkah 2: Lakukan Perhitungan (Simulasi Kasus)
Mari kita hitung rasionya.
A. Menghitung EPS (Laba Per Saham)
EPS=Rp10 Miliar1 Miliar Lembar=Rp10
Jadi, setiap 1 lembar saham menghasilkan laba Rp10.
B. Menghitung PER
PER=Harga SahamEPS=20010=20 kali (20x)
C. Menghitung BVPS (Nilai Buku Per Saham)
BVPS=Total EkuitasJumlah Saham=100 Miliar1 Miliar=Rp100
D. Menghitung PBV
PBV=Harga SahamBVPS=200100=2 kali (2x)
Langkah 3: Metode Perbandingan (Relative Valuation)
Sekarang kita punya angka: PER 20x dan PBV 2x.
Apakah angka ini mahal atau murah? Sendirian, angka ini tidak berarti apa-apa. Kita butuh pembanding.
Mencari Kompetitor yang Sudah Listing (Peers)
Cari perusahaan sejenis yang sudah ada di bursa saham Indonesia. Misal kompetitor PT ROTI adalah PT SARI dan PT MUNGIL.
Cek data mereka di aplikasi sekuritas:
-
PT SARI: PER 15x, PBV 1.5x
-
PT MUNGIL: PER 12x, PBV 1.2x
-
Rata-rata Industri Roti: PER 13.5x, PBV 1.35x
Membandingkan Apel dengan Apel
Lihat perbandingannya:
-
Valuasi PT ROTI (IPO): PER 20x
-
Rata-rata Industri: PER 13.5x
Kesimpulan: Harga IPO PT ROTI tergolong MAHAL (Overvalued) karena dijual di atas harga rata-rata industri sejenis. Investor harus berhati-hati. Harga wajar PT ROTI menurut industri seharusnya di kisaran PER 13.5x, yaitu sekitar Rp135 per lembar, bukan Rp200.
Apa Artinya Jika PER IPO Lebih Tinggi dari Industri?
Jika PER IPO jauh lebih tinggi dari kompetitor (Premium), biasanya ada dua kemungkinan:
-
Kemahalan: Perusahaan terlalu percaya diri memasang harga (greedy). Saham seperti ini berisiko turun setelah listing.
-
Prospek Pertumbuhan Tinggi: Perusahaan berani pasang harga mahal karena yakin labanya tahun depan akan naik 100% atau 200%. Jika laba naik drastis, PER otomatis akan turun di masa depan.
Apa Artinya Jika PBV IPO di Bawah 1 Kali?
Jika Anda menemukan saham IPO dengan PBV di bawah 1x (misal 0,8x), ini sering disebut “Salah Harga” atau diskon. Artinya Anda membeli perusahaan lebih murah daripada modal yang mereka setor.
Namun, tetap waspada. Cek apakah perusahaannya rugi besar? Kadang PBV murah adalah jebakan (value trap) karena kualitas aset perusahaannya buruk atau banyak utang.
Jebakan Valuasi: Saham Murahan vs Salah Harga
Hati-hati membedakan keduanya.
-
Saham Salah Harga (Undervalued): Perusahaan untung, manajemen bagus, sektor bertumbuh, tapi dijual dengan PER 5x. Ini emas!
-
Saham Murahan (Cheap Stock): Perusahaan rugi, utang menumpuk, manajemen bermasalah, dijual dengan PBV 0.3x. Ini bukan diskon, ini barang rongsokan yang mau dilikuidasi.
Kapan Valuasi Mahal Tetap Layak Beli? (Faktor Growth)
Tidak selamanya saham mahal (PER tinggi) itu jelek. Saham sektor teknologi atau bank digital seringkali IPO dengan PER ratusan kali atau bahkan belum punya PER (karena masih rugi).
Investor tetap membelinya karena faktor GROWTH (Pertumbuhan). Jika perusahaan bisa menumbuhkan pendapatan 50-100% per tahun, valuasi mahal hari ini akan menjadi murah dalam 2-3 tahun ke depan. Ini disebut Forward PER. Namun, strategi ini lebih berisiko dan butuh analisis mendalam pada model bisnis.
Kesimpulan: Kalkulator adalah Teman Terbaik Investor
Menentukan Harga Wajar Saham IPO bukanlah ilmu pasti seperti matematika 1+1=2, melainkan seni estimasi. Namun, dengan menghitung PER dan PBV serta membandingkannya dengan kompetitor, Anda memiliki peta navigasi.
Anda tidak lagi membeli saham seperti membeli kucing dalam karung. Anda membeli berdasarkan data: “Saya beli saham ini karena harganya diskon 20% dari rata-rata industri.” Itulah pola pikir investor profesional. Jadi, sebelum klik tombol “Pesan” di e-IPO, luangkan waktu 10 menit untuk berhitung.
Yuk simak penjelasan selanjutnya mengenai cara mendeteksi manipulasi laporan keuangan di prospektus!
FAQ: Pertanyaan Umum
1. Apakah saham dengan PER minus boleh dibeli?
PER minus artinya perusahaan sedang rugi (laba negatif). Secara konservatif, hindari. Namun untuk spekulasi atau turnaround story (perusahaan bangkit dari rugi), bisa dipertimbangkan dengan risiko tinggi.
2. Berapa angka PER yang dianggap wajar di Indonesia?
Rata-rata PER IHSG biasanya berkisar 14x – 16x. Di bawah 10x dianggap murah, di atas 20x dianggap mahal. Namun ini tergantung sektor industrinya (Sektor Consumer Goods biasanya wajar di PER 20-25x).
3. Data keuangan mana yang dipakai: Tahunan atau Kuartalan?
Untuk perhitungan akurat, gunakan data setahun penuh (Annualized). Jika data di prospektus baru Kuartal 3 (9 bulan), Anda harus mensetahunkan labanya dulu (Laba 9 bulan dibagi 3 dikali 4).
4. Di mana melihat rasio PER/PBV kompetitor?
Anda bisa menggunakan aplikasi sekuritas (menu Key Stats), situs RTI Business, atau Stockbit.
5. Apakah valuasi murah menjamin harga saham naik?
Tidak ada jaminan. Valuasi murah membatasi risiko penurunan (downside risk), tapi untuk harga naik butuh katalis (berita bagus, laba naik, atau aksi korporasi).
Bagaimana Analisis Anda?
Apakah Anda tipe investor yang rajin menghitung PER atau tipe “Hajar Kanan” asal trennya bagus?
Jangan ragu untuk berbagi pendapat atau pertanyaan Anda tentang valuasi saham di kolom komentar. Bagikan juga artikel ini kepada teman Anda yang sering “nyangkut” di saham IPO agar mereka bisa belajar berhitung sebelum membeli!