Bukan Cuma Soal Naik Turun Harga
Bayangkan Anda memiliki pohon mangga di halaman rumah. Ada dua cara untuk mendapatkan keuntungan dari pohon tersebut. Cara pertama, Anda merawatnya hingga besar lalu menjual pohon itu dengan harga mahal kepada orang lain. Cara kedua, Anda membiarkan pohon itu tumbuh dan menikmati buah mangga yang dihasilkannya setiap musim panen tanpa harus menebang pohonnya.
Dalam dunia saham, cara pertama disebut Capital Gain (keuntungan dari kenaikan harga), sedangkan cara kedua adalah Dividen (bagi hasil keuntungan perusahaan).
Banyak investor pemula terlalu sibuk melihat grafik harga saham yang naik turun setiap detik, hingga lupa bahwa tujuan utama berbisnis adalah mendapatkan pembagian laba. Namun, tidak semua pembagian laba itu menguntungkan jika kita membelinya di harga yang terlalu mahal. Di sinilah kita membutuhkan alat ukur yang presisi. Alat ukur tersebut bernama Dividend Yield.
Mengapa Investor Sering Terkecoh Nominal Rupiah?
Seringkali kita mendengar celetukan, “Wah, Saham A bagi dividen Rp500 per lembar, sedangkan Saham B cuma Rp50 per lembar. Pasti Saham A lebih bagus!”
Pemikiran seperti ini adalah jebakan fatal. Nominal rupiah yang besar tidak menjamin keuntungan investasi Anda lebih besar. Di sinilah pentingnya memahami Dividend Yield. Metrik ini hadir untuk memberikan konteks yang adil: seberapa besar pengembalian uang tunai yang Anda dapatkan dibandingkan dengan modal yang Anda keluarkan untuk membeli saham tersebut. Tanpa memahami rasio ini, Anda seperti membeli barang diskon tanpa melihat harga aslinya.
Apa Itu Dividend Yield Secara Sederhana?
Secara definisi, Dividend Yield adalah rasio keuangan yang menunjukkan berapa persentase keuntungan tunai yang dibayarkan perusahaan kepada pemegang saham relatif terhadap harga pasar saham tersebut saat ini.
Jika definisi di atas terdengar rumit, mari kita sederhanakan.
Analogi Bisnis Properti: Uang Sewa vs Harga Rumah
Bayangkan Anda membeli sebuah rumah kontrakan seharga Rp1 Miliar. Setiap tahun, rumah itu menghasilkan uang sewa sebesar Rp50 Juta.
-
Modal (Harga Saham): Rp1 Miliar
-
Hasil Tunai (Dividen): Rp50 Juta
Maka, tingkat pengembalian sewa (yield) rumah Anda adalah 5% per tahun.
Sekarang bayangkan ada rumah lain seharga Rp500 Juta, tapi uang sewanya Rp40 Juta per tahun. Yield-nya adalah 8%.
Meskipun uang sewanya lebih kecil (Rp40 Juta vs Rp50 Juta), rumah kedua jauh lebih menguntungkan secara persentase modal. Itulah inti dari Dividend Yield.
Rumus Cara Menghitung Dividend Yield
Anda tidak perlu menjadi ahli matematika untuk menghitungnya. Rumusnya sangat sederhana:
DividendYield=Dividen Per Lembar Saham (DPS)Harga Saham Saat Ini×100%
Keterangan:
-
Dividen Per Lembar Saham (DPS): Total dividen yang dibagikan dalam setahun terakhir.
-
Harga Saham Saat Ini: Harga pasar saham pada saat Anda melakukan perhitungan (bukan harga saat Anda beli dulu).
Studi Kasus Perhitungan: Saham Bank vs Saham Tambang
Agar lebih jelas, mari kita simulasikan dengan contoh nyata di Bursa Efek Indonesia (BEI). Angka di bawah ini adalah simulasi pendekatan untuk memudahkan pemahaman.
Skenario A: Saham Bank BRI (BBRI)
Misalkan Bank BRI membagikan total dividen tunai sebesar Rp300 per lembar saham dalam satu tahun. Saat ini, harga saham BBRI di pasar adalah Rp5.000 per lembar.
Perhitungannya:
Yield=3005000×100%=6%
Artinya, jika Anda membeli BBRI di harga Rp5.000, Anda mendapatkan bunga/imbal hasil tunai sebesar 6% per tahun (belum termasuk potensi kenaikan harga saham).
Skenario B: Saham Tambang Batubara (ADRO)
Misalkan Adaro Energy membagikan dividen jumbo sebesar Rp500 per lembar. Namun, harga sahamnya saat ini berada di level Rp2.500.
Perhitungannya:
Yield=5002500×100%=20%
Dalam kasus ini, yield saham tambang jauh lebih menggiurkan dibandingkan saham bank. Namun, apakah yang lebih besar selalu lebih baik? Tunggu dulu, kita akan bahas risikonya nanti.
Mengapa Dividend Yield Lebih Penting dari Nominal Dividen?
Kembali ke contoh di awal. Mengapa nominal rupiah bisa menipu?
-
Saham Sultan: Membagi dividen Rp1.000, tapi harga sahamnya Rp100.000. Yield = 1%. (Sangat Kecil).
-
Saham Rakyat: Membagi dividen cuma Rp100, tapi harga sahamnya Rp1.000. Yield = 10%. (Sangat Besar).
Sebagai investor yang cerdas, Anda tentu memilih aset yang memberikan pengembalian investasi (ROI) lebih cepat. Dengan yield 10%, Anda bisa balik modal hanya dari dividen dalam 10 tahun. Sedangkan dengan yield 1%, Anda butuh 100 tahun untuk balik modal! Inilah mengapa melihat persentase jauh lebih valid daripada melihat nominal.
Perbedaan Dividend Yield vs Dividend Payout Ratio (DPR)
Dua istilah ini sering tertukar, padahal maknanya berbeda jauh.
-
Dividend Payout Ratio (DPR): Persentase laba perusahaan yang dibagikan sebagai dividen. (Contoh: Perusahaan untung Rp100 Miliar, dibagi ke pemegang saham Rp40 Miliar. Maka DPR = 40%). Ini mengukur kemurahan hati perusahaan.
-
Dividend Yield: Persentase keuntungan terhadap harga saham. Ini mengukur keuntungan dompet investor.
Perusahaan bisa saja punya DPR tinggi (royal), tapi yield-nya rendah karena harga sahamnya sudah sangat mahal.
Berapa Persen Angka Yield yang Dianggap Bagus?
Tidak ada angka mutlak, namun ada tolok ukur (benchmark) yang bisa digunakan.
Tolok Ukur: Bunga Deposito dan Inflasi
Secara umum, investasi saham memiliki risiko lebih tinggi daripada menabung di bank. Oleh karena itu, Dividend Yield yang bagus minimal harus di atas rata-rata bunga deposito bank BUMN atau di atas tingkat inflasi tahunan.
-
Jika deposito bank memberi bunga 3-4% per tahun.
-
Maka saham dividen yang menarik minimal harus memberi yield 5% ke atas.
Di Indonesia, saham-saham LQ45 yang rutin bagi dividen biasanya memiliki kisaran yield antara 3% hingga 7%. Jika ada yang di atas 10%, itu masuk kategori High Yield Dividend Stock.
Waspada Jebakan Dividend Trap (Yield Tinggi Semu)
Hati-hati! Jangan langsung tergiur melihat data saham dengan Dividend Yield 20% atau 30%. Di pasar modal, ada fenomena mengerikan bernama Dividend Trap.
Ketika Harga Saham Anjlok, Yield Terlihat Cantik
Ingat rumus tadi? Yield berbanding terbalik dengan harga saham.
Jika harga saham turun drastis, secara matematika yield akan melonjak naik.
Contoh:
-
Dividen Rp100. Harga Saham Rp1.000. Yield = 10%.
-
Tiba-tiba kinerja perusahaan memburuk, harga saham anjlok ke Rp200.
-
Maka Yield terlihat menjadi: (100 / 200) = 50%.
Angka 50% ini adalah jebakan. Kenapa? Karena dividen Rp100 itu adalah sejarah masa lalu. Jika perusahaan sedang rugi (yang menyebabkan harga sahamnya turun), kemungkinan besar tahun depan mereka tidak akan membagikan dividen lagi, atau nominalnya turun drastis.
Investor pemula sering terjebak membeli di harga Rp200 karena tergiur angka 50%, padahal setelah dibeli, harga saham makin turun dan dividennya hilang.
Faktor yang Mempengaruhi Naik Turunnya Yield
-
Harga Pasar Saham: Harga naik, yield turun. Harga turun, yield naik.
-
Kinerja Laba Perusahaan: Laba naik biasanya diikuti kenaikan nominal dividen, yang menjaga yield tetap menarik.
-
Kebijakan Manajemen: Apakah direksi memutuskan menahan laba untuk ekspansi (yield turun) atau membagikan semua laba (yield naik).
Strategi Dividend Investing untuk Pemula
Bagi Anda yang ingin pensiun dini dengan mengandalkan dividen, berikut strateginya:
-
Cari Perusahaan Mature (Dewasa): Pilih perusahaan yang sudah mapan, bukan startup. Contoh: Perbankan besar, telekomunikasi, atau consumer goods.
-
Konsistensi Riwayat: Cek apakah perusahaan rutin membagi dividen selama 5-10 tahun terakhir tanpa putus.
-
Perhatikan Payout Ratio: Cari yang wajar (30%-70%). Jika DPR 100% terus menerus, perusahaan tidak punya dana cadangan untuk ekspansi, yang bisa membahayakan masa depan.
Keajaiban Compounding Interest (Bunga Berbunga)
Jangan ambil uang dividen untuk jajan kopi. Belikan lagi (re-invest) uang dividen tersebut ke saham yang sama. Dengan begitu, tahun depan Anda akan mendapatkan dividen lebih besar karena jumlah lembar saham Anda bertambah. Inilah efek bola salju yang membuat orang kaya makin kaya.
Kapan Waktu Terbaik Membeli Saham Dividen?
Waktu terbaik membeli sebenarnya adalah saat harga saham sedang murah-murahnya (undervalued), jauh sebelum pengumuman dividen.
Mengenal Cum Date dan Ex Date
Jika Anda hanya mengincar dividennya:
-
Anda wajib memiliki saham tersebut hingga penutupan pasar pada tanggal Cum Date.
-
Jika Anda menjual di pagi hari pada tanggal Ex Date, Anda tetap berhak mendapatkan dividen.
-
Hati-hati: Sering terjadi penurunan harga saham drastis saat Ex Date (sebesar nominal dividennya). Pastikan yield yang didapat sebanding dengan risiko penurunan harga ini.
Cara Mencari Data Dividend Yield di Aplikasi Sekuritas
Di era aplikasi investasi modern seperti RTI Business, Stockbit, atau Ajaib, Anda tidak perlu menghitung manual.
-
Buka aplikasi sekuritas.
-
Ketik kode saham (misal: TLKM).
-
Cari menu Key Statistics atau Keystats.
-
Lihat baris bertuliskan Div. Yield. Angka tersebut biasanya disetahunkan (annualized) berdasarkan dividen terakhir.
Kesimpulan: Jangan Terbutakan Angka Persentase
Memahami Dividend Yield adalah langkah awal menjadi investor yang rasional. Rasio ini membantu Anda menilai apakah “uang sewa” yang Anda terima sepadan dengan modal “harga rumah” yang Anda bayar.
Namun, ingatlah bahwa yield hanyalah satu keping dari puzzle investasi. Jangan pernah membeli saham HANYA karena yield-nya tinggi. Cek kesehatan perusahaannya, cek hutangnya, dan cek apakah bisnisnya masih akan bertahan 10 tahun lagi. Dividen 20% tidak ada gunanya jika harga pokok saham Anda turun 50%. Jadilah investor yang melihat paket lengkap, bukan hanya bungkusnya yang cantik.
Yuk simak penjelasan selanjutnya mengenai cara membaca laporan keuangan emiten agar Anda makin jago analisis!
FAQ: Pertanyaan Umum
1. Apakah Dividend Yield pasti dibayarkan setiap tahun?
Tidak. Dividen bukan kewajiban (seperti bunga obligasi/deposito). Perusahaan berhak tidak membagi dividen jika sedang rugi atau butuh dana untuk ekspansi, keputusan ini disahkan dalam RUPS.
2. Apakah Yield yang tinggi selalu bagus?
Tidak selalu. Yield yang terlalu tinggi (misal di atas 15-20%) seringkali menjadi indikasi Dividend Trap atau perusahaan siklikal (seperti tambang) yang labanya sedang di puncak tapi diprediksi akan turun.
3. Kena pajak nggak sih?
Kabar baik! Dividen saham di Indonesia kini Bebas Pajak Penghasilan (PPh) asalkan dividen tersebut diinvestasikan kembali (re-invest) di instrumen investasi dalam negeri selama minimal 3 tahun. Jika tidak, kena PPh Final 10%.
4. Lebih baik untung dari Capital Gain atau Dividen?
Tergantung profil risiko. Trader lebih suka Capital Gain (cepat tapi berisiko). Investor jangka panjang (pensiunan) lebih suka Dividen (rutin dan lebih stabil). Kombinasi keduanya adalah yang terbaik.
5. Bagaimana jika yield-nya tertulis N/A atau Strip (-)?
Itu artinya perusahaan tersebut tidak membagikan dividen pada periode laporan terakhir, sehingga rasionya tidak bisa dihitung.
Yuk, Diskusi di Kolom Komentar!
Apakah Anda tim pemburu dividen (Dividend Hunter) atau tim pemburu harga naik (Growth Investor)? Saham apa yang menurut Anda memberikan yield paling menarik tahun ini tanpa menjebak?
Bagikan pengalaman atau pertanyaan Anda di kolom komentar di bawah ini. Jangan lupa bagikan artikel ini kepada teman-teman Anda yang baru mulai belajar saham agar mereka tidak salah hitung cuan!